Dari Pasir Silika hingga Cangkang Telur: Inspirasi Peradaban dari Al-Zaytun
oleh Dr. Ali Aminulloh, M.Pd.I. ME
Ahad yang Penuh Pencerahan
Bagi banyak orang, Ahad adalah hari libur. Namun, di Ma’had Al-Zaytun, setiap Ahad justru menjadi momen yang paling ditunggu. Bukan sekadar berkumpul, melainkan sebuah ruang perjumpaan dengan ilmu pengetahuan. Setiap pekan, para guru besar dari berbagai perguruan tinggi hadir, membagikan wawasan dalam bingkai LSTEAMS (Law, Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics, and Spiritual).
Pada Ahad, 14 September 2025, suasana Masjid Rahmatan lil Alamin dipenuhi antusiasme. Sesi Pelatihan Pelaku Didik ke-15 kali ini menghadirkan sosok yang tak asing di dunia fisika, Prof. Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si., Guru Besar Departemen Fisika FMIPA IPB University. Dengan semangat yang membara, ia mengangkat tema: “Mengubah Sumber Daya Alam menjadi Material Maju Berbasis STEM.”
Di balik paparan akademiknya, terselip pesan yang sederhana namun menggugah: peradaban masa depan hanya akan lahir dari kreativitas dan inovasi, bukan sekadar hafalan teori.
Kreativitas dan Inovasi: Nyala Peradaban
“Berpikir kreatif adalah seni melihat masalah dari sudut pandang baru,” ujar Prof. Akhiruddin. Ia menekankan bahwa ide tanpa aksi hanyalah angan-angan. Kreativitas baru bernilai ketika diwujudkan dalam bentuk inovasi nyata.
Untuk menggambarkan hal itu, ia menyinggung kisah lampu. Dari lampu pijar Edison yang boros energi hingga LED modern yang hemat daya, semua lahir dari keberanian generasi sebelumnya untuk berpikir di luar kotak. “Bayangkan jika tak ada satu pun yang berani mengubah, mungkin dunia kita masih diselimuti gelap,” tambahnya.
Menurutnya, membiasakan pola pikir kreatif harus dimulai sejak dini, bahkan sejak PAUD. Literasi dan rasa ingin tahu dari alam sekitar menjadi modal pertama untuk melahirkan generasi yang inovatif.
LSTEAMS: Kolaborasi yang Melampaui Batas
Kemajuan peradaban, lanjutnya, tak mungkin berdiri hanya di atas satu bidang ilmu. Era kini adalah era kolaborasi lintas disiplin.
Ia memaparkan konsep LSTEAMS—sebuah perpaduan unik:
Law: nilai dan moral sebagai dasar arah pengembangan ilmu.
Science: proses sistematis memahami dunia lewat observasi dan eksperimen.
Technology: aplikasi nyata ilmu yang melahirkan manfaat.
Engineering: kemampuan merekayasa, membangun, dan menyelesaikan masalah.
Art: sentuhan estetika yang membuat karya lebih bermakna.
Mathematics: bahasa universal yang mengikat semua disiplin.
Spiritual: jiwa yang mengarahkan ilmu agar memberi manfaat luas.
“Tanpa moral, teknologi bisa menghancurkan. Tanpa seni, karya tak menggugah. Tanpa matematika, sains kehilangan bahasa. Inilah alasan mengapa kolaborasi menjadi kunci,” tegasnya.
Dari Limbah Jadi Material Maju
Bagian paling memukau dari orasi Prof. Akhiruddin adalah kisah penelitiannya tentang material maju. Ia menunjukkan betapa kekayaan alam Indonesia—bahkan limbah sekalipun—bisa diolah menjadi harta berharga.
Pasir Silika: Pasir putih di Kepulauan Riau mengandung silikon, bahan dasar mikroprosesor. Ironisnya, Indonesia masih menjualnya mentah, lalu membeli kembali produk jadi dengan harga mahal.
Kulit Nanas & Sekam Padi: Di tangannya, limbah ini berubah menjadi karbon nano penyerap radar, penting bagi teknologi pertahanan.
Cangkang Telur & Daun Bambu: Siapa sangka keduanya bisa memancarkan cahaya, membuka jalan bagi pembuatan LED ramah lingkungan.
Setiap contoh itu menyiratkan pesan yang sama: apa yang dianggap sampah, bisa jadi permata bila disentuh kreativitas.
Ma’had Al-Zaytun: Laboratorium Hidup Kreativitas
Kekaguman Prof. Akhiruddin makin bertambah ketika melihat langsung karya para santri Al-Zaytun. Ia menemukan proyek pembuatan kapal dengan paku dari besi bekas. “Ini bukti nyata, anak-anak ini bukan hanya bermimpi, tapi berani merekayasa,” ungkapnya dengan bangga.
Ia bahkan melontarkan gagasan visioner: mengapa suatu saat Al-Zaytun tidak menjadi rumah bagi pabrik mikrochip pertama Indonesia? Dengan sumber daya alam melimpah dan semangat belajar yang tak pernah padam, bukan mustahil ide itu terwujud.
Epilog: Dari Ilmu, Lahir Peradaban
Di akhir paparannya, Prof. Akhiruddin meninggalkan pesan yang melekat di hati: “Peradaban hanya bisa berubah jika ada orang-orang kreatif dan inovatif yang berani melangkah.”
Ilmu, katanya, bukanlah hal yang sulit. Yang sulit hanyalah cara pandang kita. Jika kita mau mengasah kreativitas, membuka diri pada kolaborasi, dan melihat potensi dari hal-hal kecil di sekitar, maka limbah pun bisa jadi berkah, dan ide bisa menjelma jadi teknologi yang mengubah dunia.
Al-Zaytun pada hari itu bukan sekadar tuan rumah sebuah kuliah umum. Ia menjadi saksi bahwa peradaban baru sedang dipantik—dari semangat belajar, dari rasa ingin tahu, dari keyakinan bahwa ilmu adalah cahaya untuk menuntun umat manusia menuju masa depan yang lebih beradab.**
Indramayu, 14 September 2025
—