Pilihan Cara Pelaksanaan MBG Bisa Lebih Efisien dan Melibatkan Peran Serta Masyarakat


Pilihan Cara Pelaksanaan MBG Bisa Lebih Efisien dan Melibatkan Peran Serta Masyarakat

Oleh : Jacob Ereste
Wartawan Lepas

Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan pemerintah, jika dibenahi tata kelola pelaksanaannya pada tingkat lapangan, bisa dipastikan sukses mencapai sasaran yang diinginkan, yaitu memperbaiki gizi siswa yang sedang dipersiapkan untuk menyongsong Era Indonesia Emas (EIE) tahun 2045. Karena mereka yang tengah belajar di Sekolah Dasar dan Menengah sekarang, pada dua puluh tahun mendatang akan menjadi pewaris negeri ini yang harus lebih baik dari hari ini.

Dananya untuk MBG itu sendiri tidak alang kepalang jumlahnya. Dari Pusat Dokumentasi, Informasi dan Kajian Atlantika Institut Nusantara, aplikasi anggaran melalui untuk MBG dalam APBN tahun 2026 dihimpun dari sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi senilai Rp 335 triliun. Dana sebanyak ini tentu saja sungguh fantastik hingga mengesankan pihak pemerintah sungguh serius untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa dan keberlanjutan negara Indonesia untuk tampil dan maju dengan mengandalkan sumber daya manusia untuk mengelola sumber daya alam yang perlu diselamatkan demi masa depan yang lebih baik, adil dan sejahtera dalam arti lahir dan batin. Karena itu kemampuan dan kecerdasan yang diperlukan tidak cuma sebatas intelektual belaka, tetapi juga kemampuan dan kecerdasan spiritual yang tegak berdiri di atas etika, moral dan akhlak, sehingga nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme serta kecintaan terhadap bangsa dan negara Indonesia sungguh tangguh guna menghadapi persaingan global yang akan sangat mempengaruhi sikap dan sifat peradaban manusia di masa mendatang. Padahal, bangsa Indonesia di masa depan — yang sedang dipersiapkan hari ini — harus memiliki sikap dan sifat dalam pengertian watak yang mandiri, berdaulat serta berkepribadian teguh, tidak mencla-mencle untuk memasuki pertarungan dunia yang semakin mengeras dan rumit.

Rincian penggunaan dana sebanyak itu sungguh tidak main-main. Karena itu dati rancangan alokasi anggaran yang akan digunakan untuk MBG untuk anak sekolah Rp 34 triliun, bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita Rp 3,1 triliun, untuk pemantauan dan pengawasan Rp. 700 miliar, sedangkan untuk penyediaan, penyaluran, pelatihan tenaga gizi cukup besar Rp 3,8 triliun, agaknya perlu dievaluasi kembali. Apalagi disandingkan dengan alokasi pembelanjaan barang termasuk bahan makanan Rp. 261 triliun, belanja pegawai Rp 3,8 triliun dan belanja modal Rp 3 triliun. Artinya, pada tahap pertama ini saja sudah dapat dilihat betapa besarnya ongkos untuk pelaksanaan program MBG, untuk ibu hamil dan balita itu yang harus dialokasikan dalam model tata kelola ini, misalnya yang tidak dilakukan dengan cara memberikan dana langsung kepada mereka yang patut menerima bantuan tersebut.

Setidaknya, dari nilai anggaran untuk belanja pegawai, digitalisasi, pemantauan dan pengawasan hingga pelatihan tenaga gizi lumayan besar terserap diluar kebutuhan pokok dari program tersebut. Setidaknya ada sekitar Rp 15 triliun lharus dialokasikan dari jumlah keseluruhan sebesar Rp 335 triliun yang bersumber dari APBN tahun 2026 yang sudah direncanakan itu.

Alternatif pilihan cara pelaksanaan yang paling sederhana adalah memberikan dana MBG itu kepada UMKM yang bergerak dalam bidang usaha warung makan dalam jumlah yang kecil, tak lebih maksimal dari 1.000 porsi saja. Atau yang paling ideal hanya 500 porsi untuk setiap kelompok pengelola MBG tersebut, agar tidak kelimpungan dan menimbulkan masalah seperti keracunan yang terlanjur marak terjadi di berbagai daerah dan tempat.

Jika pilihan cara pelaksanaan MBG untuk siswa, ibu hamil dan balita ini dananya dapat diberikan langsung kepada keluarga yang berhak menerima bantuan ini, maka pihak pemerintah akan relatif lebih ringan melakukan pengawasan, pemantauan serta pengarahan dengan personil yang tidak terlalu besar menelan dana yang harus dialokasikan untuk itu. Setidaknya, untuk biaya peralatan (dapur), modal dan penyaluran pelatihan tenaga gizi, belanja pegawai tidak sampai harus disediakan dana sebesar itu. Sehingga semangat efisiensi yang patut dilakukan pemerintah mendapat dukungan yang cukup signifikan tidak sampai terjadi pemborosan yang bertentangan dengan upaya melakukan efisiensi.

Mengapa pilihan cara pelaksanaan MBG dan bantuan untuk ibu hamil serta balita tidak lebih maksimal melibatkan peran serta warga masyarakat, terutama UMKM yang bergerak dalam bidang usaha warung makan. Karena dengan cara pilihan teknis pelaksanaan seperti itu, nilai manfaatnya pun dapat dinikmati juga oleh warga masyarakat yang lebih luas. Sedangkan pihak pemerintah cukup memberikan arahan, pengawasan serta bimbingan yang diperlukan untuk dipatuhi serta dijalankan sesuai dengan petunjuk dalam pelaksanaan yang harus dipenuhi sesuai dengan standar mutu dan kualitas yang diidealkan.**


Banten, 30 September 2025
—-

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!